Standar Sistem Manajemen K3 atau Occupational Health and Safety Assesment Series (OHSAS 18001)

Berbagai alasan perusahaan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) atau Occupational Health and Safety Assesment Series (OHSAS 18001). Ada yang sekedar ikut-ikutan trend, upaya pencitraan perusahaan, memenuhi keinginan pelanggan (Customer), benar-benar mengganggap OHS / K3 merupakan kewajiban perusahaan untuk menerapkannya ataupun kombinasi berbagai alasan. Sebelum masuk penerapan K3, alangkah  baiknya memaknai Lambang dan Arti dari lambang K3 tersebut.

Bentuk lambang : Palang dilingkari roda bergerigi sebelas berwarna hijau di atas dasar putih.

Arti dan makna lambang :
Palang          : Bebas dari kecelakan dan sakit akibat kerja.
Roda gigi     : Bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani
Warna putih : Bersih, Suci
Warna hijau  : selamat, sehat dan sejahtera
Sebelas gerigi roda : 11 Bab dalam Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

 

1. Ruang Lingkup

Seri persyaratan penilaian keselatan dan keselamatan kerja ini memuat persyaratan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) agar organisasi mampu mengendalikan resiko-resiko K3 dan dapat meningkatkan kinerja K3 nyq. Persyaratan ini tidak secara khusus menyatakan kriterira kinerja K3 (yang harus dipenuhi), juga tidak memberikan spesifikasi detil tentang sistem manajemen.
Standar OHSAS ini dapat diterapkan oleh organisasi yang inging:
1.       Menerapkan sistem manajemen K3 untuk mengurangi atau menghilangkan resiko kecelakaan dan keselamatan terkait aktifitas organisasi pada personil dan pihak lain yang berkepentingan.
2.       Menerapkan, memelihara dan terus meningkatkan sistem manajemen K3
3.       Menjamin bahwa organisasi sesuai dengan kebijakan K3 yang dibuat sendiri oleh organisasi
4.       Menunjukkan kesesuai dengan standar OHSAS ini dengan cara:
a.       Melakukan penilaian diri sendiri dan mendeklarasikan diri sendiri (sesuai dengan standar OHSAS ini)
b.      Mendapat pengakuran kesesuaian (dengan standar OHSAS ini) dari pihak-pihak yang berkepentingan seperti pelanggan.
c.       Mendapat pengakuan untuk menguatkan deklarasi (point a) dari pihak ketiga.
d.      Mendapatkan sertifikat sistem manajemen K3
Standar OHSAS ini dimaksudkan untuk hanya mencakup kesehatan dan keselamatan kerja, dan tidak dimaksudkan untuk mencakup area lain seperti program kesehatan karyawan (asuransi dan sebagainya), keamanan produk, kerusakan properti dan dampak lingkungan.
2. Publikasi yang menjadi acuan
Beberapa standar yang memberikan informasi atau panduan yang berkaitan dengan stndar OHSAS 18001 ini:
  • OHSAS 18002, sistem manajemen K3 – pandukan untuk penerapan OHSAS 18001
  • International Labour Organization:2001, Panduan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.
3. Istilah dan Definisi
Berikut ini adalah Istilah yang definisi yang berlaku yang digukan dalam dokumen OHSAS 18001 ini:
3.1 Resiko yang dapat diterima
Resiko yang telah diturunkan hingga menjpai tingkat yang dapat ditoleransi dengan mempertimbangkan peraturan legal dan kebijakan K3 organisasi.

3.2 Audit

Proses sistematic, independen dan terdokumentasi unutk memperleh bukti audit dan mengevaluasinya secara objective untuk menentukan sejauh mana kriteria audit terpenuhi.
Catatan 1: Independen tidak berarti harus pihak dari luar organisasi. Dalam banyak kasus, khususnya di organisasi kecil, independensi dapat berarti bebas dari tanggung jawab terhadap aktifitas yang diaudit.
Catatan 2: Untuk panduan lebih lanjut tentang bukti audit dan kriteria audit, lihat ISO 19011.
3.3 Peningkatan berkelanjutan
Proses berulang untuk meningkatkan sistem manajemen K3 untuk mencapai peningkatan dalam kinerja K3 secara keseluruhan yang selaras dengan kebijakan K3 organisasi.
Catatan 1 Proses Peningkatan tidak perlu dilakukan di semua area secara bersamaan.
Catatan 2 Definisi diatas disadur dari ISO 14001:2004
3.4 Tindakan koreksi
Tindakan untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian atau situasi yang tidak diinginkan yang terdeteksi.
Catatan 1 Bisa saja ada lebih dari satu penyebab ketidaksesuaian.
Catatan 2: Tindakankoreksi adalah tindakan yang diambil untuk mencegah terulangnya kejadian sedangkan tindakan pencegahan diambil untuk mencegah terjadinya kejadian (yang belum terjadi).
3.5 Dokumen
Informasi dan media pendukungnya.
Catatan: Media dapat berupa kerjtas, magnetik, CD, foto atau sample master atau kombiasi dari hal hal tersebut.
3.6 Bahaya (hazard)
Sumber, situasi, tindakan yang potensial menimbulkan cedera atau penyakit atau kombinasi keduanya terhadap manusia.
3.7 Identifikasi bahawa
Proses untuk mengetahui adanya bahaya dan menentukan sifat-safatnya.
3.8 Penyakit
Kondisi fisik atau mental yang meburuk yang dapat diketahui yang mucul dari dan/atau diperburuk oleh aktifitas dalam pekerjaan dan/atau situasi yang berhubungan dengan pekerjaan.
3.9 Insiden
Kejadian terkait dengan pekerjaan dimana terjadi atau dapat saja terjadi cedera atau penyakit (terlepas dari tingkat bahayanya) atau terjadinya kamatian.
Catatan 1: Kecelakaan (accident) adalah insiden yang menyebabkan cidera, penyakit atau kematian.
Catatan 2: Suatu insiden yang tidak menyebabkan cidera, penyakit atau kematian dapat disebut nyaris terjadi (near miss), nyaris terkena (near hit, near call) atau kejadian berbahaya.
Catatan 3: Suatu keadaan darurat merupakan suatu jenis insiden khusus.
3.10 Pihak-pihak terkait
Individu atau kelompok, di dalam dan diluar lokasi kerja yang berkepentingan atau yang dipengaruhi oleh kinerja K3 organisasi.
3.11 Ketidaksesuaian
Tidak terpenuhinya persyaratan
Catatan A: Ketidaksesuaian dapat berupa penyimpangan terhadap:
  • Standar kerja, prektek, prosedur, persyaratan legal yang terkait.
  • Persyaratan-persyaratan sistem manajemen K3.
3.12 Keselamatan dan kesehatan kerja
Kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi atau dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan karyawan atau pekerja (termasuk pekerja sementara dan personal kontraktor), pengunjung atau orang lain dalam lokasi kerja.
Catatan: Organisasi dapat terkena persyaratan legal tentang kesehatan dan keselamatan orang diluar tempat kerja langsung, atau yang terkena dampak dan aktifitas di tempat kerja.
3.13 Sistem Manajemen K3
Bagian dari sistem manajemen organisasi untuk membangun dan menerapkan kebijakan K3 dan mengelola resiko resiko K3.
Catatan1: Sistem manajemen adalah sekumpulan elemen yang berkaitan yang digunakan untuk menetapkan kebijakan dan sasaran dan untuk mencapai sasaran tersebut.
Catatan 2: Sistem manajemen mencakup struktur organisasi, aktifitas perencanaan (termasuk, sebagai contoh, penilaian resiko dan penetapan sasaran), tanggung jawab, praktek-praktek, prosedur-prosedur, proses-proses dan sumber daya.
Catatan 3: Diadopsi dari ISO !$001:2004
3.14 Sasaran K3
Sasaran terkait dengan kinerja K3 yang ditetapkan organisasi untuk dicapai.
Catatan 1: Sasaran harus quantitatif sejauh memungkinkan.
Catatan 2: Klausul 4.3.3 mensyaratkan bahwa sasaran K3 konsisten dengan kebijakan K3.
3.15 Kinerja K3
Hasil terukur dari pengelolaan organisasi terhadap resiko-resiko K3.
Catatan 1: Pengukuran Kinerja K3 mencakup pengukuran dan efektifitas dari pengendalian yang dilakukan organisasi.
Catatan 2:Dalam konteks sistem manajemen K3, hasil dapat diukur terhadap kebijakan K3, Sasaran K3 dan persyaratan kinerja K3 yang lain.
3.16 Kebijakan K3
Arahan yang bersifat menyeluruh bagi organisasi terkait dengan kinerja K3 dan secara formal diungkapkan oleh manajemen puncak.
Catatan1: Kebijakan K3 memberi kerangka untuk melakukan tindakan dan untuk menetapkan sasaran K3.
3.17 Organisasi
Perusahaan, korporasi, firma, kelompok perusahaan, lembaga, instituis atau kombinasi dari hal tersebut, kelompok atau bukan, publik ataupun pribadi yang mempunyai fungsi dan adminsitrasi sendir.
Catatan: Untuk organisasi dengan lebih dari satu unit operasi, unit operasi tunggal dapat disebut sebagai organisasi.
3.18 Tindakan Pencegahan
Tindakan untuk menghilangkan penyebab dari ketidaksesuaian yang potensial terjadi atau situasi atau kondisi yang tidak diinginkan yang potensial terjadi.
Catatan 1: Penyebab ketidak sesuaian potensial bisa saja lebih dari 1
Catatan 2: Tindakan pencegahan diambil untuk mencegah terjadinya suatu kejadian (yang belum terjadi) sedang tindakan koreksi diambil untuk mencegah terulangnya kejadian (yang sudah terlanjur terjadi).
3.19 Prosedur
Cara untuk melakukan aktifitas atau untuk melakukan proses.
3.20 Catatan
Dokumen yang yang menggambarkan hasil yang dicapai dari aktifitas yang dilakukan atau menggambarkan bukti dari aktifitas yang dilakukan.
3.21 Resiko
Kombinasi dari tingkat kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang berbahaya atau yang mengakibatkan bahaya dan tingkat keparahan dari cedera atau penyakit yang diakibatkan.
3.22 Penialian resiko
Proses untuk mengavaluasi resiko yang muncul dari suatu bahaya, dengan mempertimbangkan kelayakan kontrol yang ada, dan memutuskan apakah resiko tersebut dapat diterima atau tidak.
3.23 Area kerja
Suatu lokasi fisik dimana aktifitas terkait dengan pekerjaan dilakukan dibawah kontrol organisasi.
Catatan: Untuk menentukan mana yang termasuk ‘area kerja’, organisasi perlu mempertimbangkan dampak K3 terhadap personil yang, misalnya, melakukan perjalanan atau transit (mengemudi, melakukan perjalan dengan pesawat terbang, kapal laut ataupun kerena), bekerja di tempat klien atau pelanggan, bekerja dirumah.
4.1 Persyaratan Umum
Organisasi haris menetapkan, mendokumentasikan, menerapkan, memeliharai dan meningkatkan secara berkelanjutan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sesuai dengan persyaratan standar OHSAS ini dan menentukan bagaimana sistem tersebut memenuhi persyaratan ini.
Organisasi harus menentukan dan mendokumentasikan lingkup sistem manajemen K3-nya.
4.2 Kebijakan K3
Manajemen puncak harus menetapkan dan mengesahkan kebijakan K3 dan menjamin bahwa kebijakan tersebut:
a.       Sesuai dengan sifat dan skala resiko K3 yang ada di organisasinya masing-masing
b.       Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan dan berkurangnya kesehatan secara berkelanjutan meningkatkan sistem manajemen K3 dan kinerja K3.
c.       Mencakup komitmen untuk paling tidak sesuai persyaratan legal yang berlakudan dengan persyaratan lain
d.      Memberi kerangka untuk penetapan dan peninjauan sasaran K3;
e.      Di dokumentasikan, diterapkan dan dipelihara
f.        Di komunikasikan ke semua orang yang bekerja dibawah kontrol organisasi agar mereka menyadari kewajiban individual mereka terkait K3;
g.       Terbuka bagi pihak-pihak yang berkepentingan; dan
h.      Di tinjau secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih relevan dan tepat bagi organisasi
4.3 Perencanaan
4.3.1 Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan penetapan kontrol
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur-prosedure untuk identifikasi bahaya secara berkelanjutan, penilaian resiko dan penentuan kontrol-kontrol yang diperlukan.
Prosedur-prosedur untuk identifikasi bahaya dan penilaian resiko harus mempertimbangkan:
a.       Aktifitas rutin dan non-rutin
b.      Aktifitas dari semua orang yang mempunyai akses ke lokasi kerja (termasuk kontraktor dan pengunjung)
c.       Perilaku orang, kemampuan dan faktor-faktor manusia lainnya.
d.      Bahaya yang telah teridentifikasi yang berasal dari luar lokasi kerja yang dapat merugikan kesehatan dan keselamatan orang-orang di lokasi kerja.
e.      Bahaya bagi lingkungan sekitar lokasi kerja yang dihasilkan oleh aktifitas-aktifitas dari lokasi kerja
Catatan 1: Lebih tepat bila bahaya seperti diatas dinilai sebagai aspek lingkungan.
f.        Infrastruktur, peralatan dan material di lokasi kerja, baik yang dihasilkan oleh organisasi maupun oleh pihak lain;
g.       Perubahan-perubahan atau rencana perubahan dalam organisasi, aktifitas atau material.
h.      Perubahan dari sistem manajemen K3, termasuk perubahan sementara dan akibat dari perubahan tersebut bagi operasi, proses dan aktifitas;
i.         Semua persyaratan legal terkait dengan penilaian resiko dan penerapan kontrol yang diperlukan;
j.        Rancangan area kerja, proses, instalasi, peralatan, prosedur operasional dan pengaturan kerja, termasuk penyesuaiannya dengan kemampuan manusia
Metodologi untuk identifikasi bahaya dan penilaian resiko harus:
a.       Ditentukan lingkupnya, sifatnya, waktunya untuk menjamin agar identifikasi bahaya dan penilaian resiko dilakukan secara pro-aktif, bukan reactif; dan
b.      Memberi panduan untuk identifikasi, prioritasisasi dan dokumentasi resiko, dan penerapan kontrol dengan layak.
Untuk mengatur perubahan, organisasi harus mengidentifikasi bahaya K3 dan resiko K3 yang berhubungan dangan perubahan-perubahan dalam organisasi, sistem manajemen atau aktifitas sebelum perbuahan-perubahan tersebut diberlakukan.
Organisasi harus menjamin bahwa hasil dari penilaian dipertimbangkan dalam menentukan kontrol.
Ketika menentukan kontrol, atau ingin merubah kontral yang sudah ada, harus dipertimbangkan untuk menurunkan resiko menurut hirarki sebagai berikut:
a.       Penghilangan
b.      Penggantian
c.       Kontrol secara teknis
d.      Pemberian tanda dan/atau kontrol administatif
e.      Pemakaian peralatan pelindung
Organisasi harus mendokumentasikan hasil dari identifikasi bahaya, penilaian resiko dan kontrol yang ditentukan dan menjaga dokumentasi tersebut tetap up-to-date.
Organisasi harus menjamin agar resiko K3 dan kontrol yang telah ditentukan dipertimbangkan dalam menngembangkan, menerapkan dan memelihara sistem manajemen K3.
Catatan 2: Untuk panduan lebih lanjut mengenai identifikasi bahaya, penilaian resiko dan penentuan kontrol, lihat OHSAS 18002.
4.3.2 Persyaratan Legal dan Persyaratan Lainnya.
Oerganisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi dan mengakses persyaratan-persyaratan legal K3 dan lainnya yang berlaku bagi organisasi masing masing.
Organisasi harus menjamin agar persyaratan-persyaratan tersebut dipertimbangkan dalam menetapkan, menerapkan dan memelihara sistem manajemen K3-nya.
Organisasi harus menjaga agar informasi tersebut (persyaratan-persyaratan K3) tetap up-to-date.
Organisasi harus mengkomunikasikan informasi yang relevan terkait persyaratan-persyaratan K3 tersebut kepada personil-personil yang bekerja dalam kontrol organisasi dan kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan.
4.3.3 Sasaran dan Program
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara sasaran terkokumentasi yang terdokumentasi, pada fungsi-fungsi dan tingkatan yang relevan dalam organisasi.
Sasaran harus terukur, sejauh memungkinkan, dan konsisten dengan kebijakan K3, termasuk komitmen untuk mencegah terjadinya luka atau masalah kesehatan, untuk sesuai dengan persyaratan legal dan persyaratan lainnya yang berlaku dan untuk peningkatan berkelanjutan.
Saat menentukan dan meninjau sasaran, organisasi harus mempertimbangkan persyaratan-persyaratan legal dan persyaratan lainnya dan resiko-resiko K3. Organisasi juga harus mempertimbangkan pilihan-pilihan teknologi yang tersedia, masalah finansial, operasioan dan persyaratan-persyaratan bisnis, dan pandangan-pandangan dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara program-program untuk mencapai sasaran. Minimal, program harus mencakup:
a.       Penentuan tanggung jawab dan wewenang untuk mencapai sasaran-sasaran pada fungsi-fungsi dan tingkatan yang relevan dalam organisasi, dan
b.      Cara dan kerangka waktu sasaran tersebut akan dicapai.
Program-program harus ditinjau secara berkala pada interval yang terencana, harus di sesuaikan bila diperlukan untuk menjamain sasaran-sasaran tersebut dapat tercapai.
4.4 Penerapan dan operasi
4.4.1 Sumber daya, peranan, tanggung jawab, akuntabilitas dan kewenangan.
Manajemen puncak harus mengambil tanggung jawab tertinggi untuk K3 dan sistem manajemen K3.
Manajemen puncak harus menunjukkan komitmennya dengan cara:
a.       Menjamin tersedianya sumber daya yang penting untuk menetapkan, menerapkan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen K3.
Catatan 1: Sumber daya mencakup sumber daya manusia dan skil khusus, infrastruktur, teknologi dan finansial.
b.      Menentukan peranan, mengalokasikan penanggung jawab dan akuntabilitas, dan mendelegasikan kewenangan untuk memfasilitasi manajemen K3. Peranan, tanggung jawab dan akuntabilitas, dan kewenangan harusdikokumnetasikan dan dikomunikasikan.
Organisasi harus menunjuk anggota dan manajemen puncak dengan tanggung khusus untuk K3, yang mempunyai peranan dan tangung jawab untuk (diluar tanggung jawab lainnya):
a.       Menjamin bahwa sistem manajemen K3 ditetapkan, diterapkan dan dipelihara sesuai dengan standar OHSAS ini.
b.      Menjamin agar laporan-laporan terkait kinerja sistem manajemen K3 di berikan kepada manajemen puncak untuk ditinjau dan digunakan sebagai dasar peningkatan sistem manajemen K3.
Catatan 2: Manajemen puncak yang ditunjuk (dalam organisasi besar, misalnya, anggota komite eksekutif atau dewan eksekuit) dapat mendelegasikan tugas-tugas mereka kepada wakil manajemen di bawah mereka dengan tetap mempertahankan akuntabilitas.
Identitas dari manajemen puncak yang ditunjuk harus dapat diketahui oleh semua orang yang bekerja di bawah kontrol organisasi.
Semua yang mempunyai tanggung jawab manajemen harus menunjukkna komitmen mereka untuk peningkatan secara berkelanjutan kinera K3.
Orgnisasi harus menjamin agar orang-orang di lokasi kerja mengambil tanggung jawab terhadap aspek-aspek K3 yang berada dalam kontrol mereka dan taat kepada persyaratan-persyaratan K3 yang berlaku.
4.4.2 Kompetensi, pelatihan dan kesadaran
Organisasi harus menjamin agar semua orang yang bekerja di bawah kontrol organisasi, yang melakukan pekerjaan yang dapat berdampak kepada K3 adalah orang-orang yang berkompeten dilihat dari pendidikan, pelatihan atau pengalaman. Organisasi harus menyimpan catatan-catatan terkait kompetensi tersebut.
Organisasi harus mengidentifikasi kebutuhan pelatihan terkait dengan resiko K3 dan terkait sistem manajemen K3.  Organisasi harus memberikan pelatihan atau tindakan lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mengevaluasi efektifitasnya dan menyimpan catatan-catatan terkait.
Organsiasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk membuat orang-orang yang bekerja di bawah kontrol organsiasi sadar akan:
a.       Konsekwensi K3, baik aktual maupun potensial dari aktifitas dan perilaku mereka dan keuntungan yang diperoleh dari peningkatan kinerja personal.
b.      Peranan dan tanggung jawab serta pentingnya mencakai kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur-prosedur K3 dan dengan persyaratan-persyaratan sistem manajemen K3, termasuk persyaratan mengenai kesiapan dan tanggap darurat.
c.       Konsekwensi potensial bila mengabaikan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
Prosedur pelatihanharus mempertimbangkan perbedaan-perbedaan dalam hal:
a.       Tanggung jawab, kemampuan, bahasa dan tulisan
b.      Resiko
4.4.3 Komunikasi, partisipasi dan konsultasi
4.3.1 Komunikasi
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:
a.       Komunikasi internal antara berbagai tingkatan dan fungsi dalam organisasi
b.      Komunikasi dengan kontraktor dan pengunjung lokasi kerja lain.
c.       Menerima, mendokumentasi dan menanggapi komunikasi yang relevan dari pihak-pihak luar yang berkepentingan
4.3.2 Partisipasi dan konsultasi
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:
a.       Partisipasi para pekerja melalui:
  • Keterlibatan yang cukup dalam identifikasi bahaya, penilaian resiko dan dalam penetapan kontrol
  • Keterlibatan yang cukup dalam investigasi kecelakaan
  • Keterlibatan dalam pengembangan dan peninjauan kebijakan dan sasaran K3.
  • Konsultasi bila ada perubahan-perubahan yang mempengaruhi K3 mereka
  • Keterwakilan dalam urusan-urusan menyangkut K3
b.      Konsultasi dengan kontraktor bila ada perubahan-perubahan yang mempengaruhi K3 mereka.
Organisasi harus menjamin bahwa, bila dianggap perlu, pihak-pihak luar yang berkepentingan dan relevan dikonsultasikan mengenai hal-hal terkait dengan K3.
4.4.4 Dokumentasi
Dokumentasi sistem manajemen K3 harus mencakup:
a.       Kebijakan dan sasaran K3
b.      Penjelasan tentang lingkup sistem manajemen K3
c.       Elemen-elemen utama sistem manajemen K3 dan interaksinya, dan acuan-acuan dokumennya.
d.      Dokumen, termasuk catatan, yang diperlukan oleh standar K3 ini.
e.      Dokumen, termasuk catatan, yang dianggap perlu oleh organisasi untuk menjamin perencanaan, operasi dan kontrol proses yang efektif terkait dengan manajemen dan resiko K3.
Catatan: Penting sekali bahwa dokumentasi proporsional dengan kompleksitas, bahaya dan resiko yang ada, dan dijaga agar minimal, seperlunya untuk efektifitas dan efisiensi.
4.4.5 Pengendalian dokumen
Dokumen yang diperlukan oleh sistem manajemen K3 dan oleh standar OHSAS ini harus dikontrol. Catatan adalah type khusus dokumen dan harus dikontrol sesuai dengan klausul 4.5.4.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:
a.       Penyetujuan kelayakan dokumen sebelum diterbitkan
b.      Peninjauan dan pembaharuan bila diperlukan dan penyetujuan ulang
c.       Menjamin bahwa perubahan dan status revisi terbaru dokumen teridentifikasi (diketahui)
d.      Menjamin bahwa versi yang relevandari dokumen yang berlaku tersedia di lokasi penggunaan
e.      Menjamin bahwa dokumen tetap dapat terbaca dan dikenali dengan mudah
f.        Menjamin bahwa dokumen yang berasal dari luar, yang ditentukan oleh organisasi perlu untuk perencanaan dan operasi sistem manajemen K3-nya, diidentifikasi dan distribusinya dikontrol
g.       Mencegah penggunaan yang tidak diinginkan dokumen-dokumen yang kadaluarsa dan melakukan penandaan dengan cara yang tepat bila dokumen kadaluarsa tersebut di simpan untuk tujuan tertentu.
4.6 Kontrol operasional
Organisasi harus menentukan operasi dan aktifitas yang terkait dengan bahaya-bahaya yang telah teridentifiasi,. Semua operasi dan aktifitas tersebut memerlukan kontrol untuk penanganan resiko K3. Perubahan-perubahan terhadap aktifitas dan operasi tersebut juga harus diatur.
Untuk operasi dan aktifitas tersebut, organisasi harus menerapkan dan memelihara:
a.       Kontrol operasional yang dapat diterapan. Organisasi harus mengintegrasikan kontrol operasional dalam sistem manajemen K3 secara keseluruhan.
b.      Kontrol terkait dengan barang-barang, peralatan dan jasa yang dibeli,
c.       Kontrol terkait kontraktor dan pengunjung lain ke lokasi kerja
d.      Prosedur terdokumentasi, diperlukan bila dianggap bahwa ketiadaan prosedur dapat membuat penyimpangan terhadap kebijakan dan sasaran K3,
e.      Kriteria operasi, bila dianggap bahwa ketiadaan kriteria dapat membuat penyimpangan terhadap kebijakan dan sasaran K3.
4.4.7 Kesiapan dan tanggap darurat
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur
a.       Untuk mengidentifikasi situasi darurat yang potensial
b.      Untuk menanggapi situasi darurat tersebut
Organisasi harus tanggap terhadap situasi darurat aktual dan mencegah atau mengurangi konsekwensi K3 yang merugikan.
Dalam merencanakan tanggap darurat organisasi harus mempertimbangkan pihak-pihak terkait yang relevan, seperti layanan darurat dan tetangga.
Organisasi juga harus menguji prosedur tanggap darurat secara berkalai dengan, bila memungkinkan, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan.
Organisasi harus meninjau prosedur tersebut secara berkala dan melakukan perubahan-perubahan bila diperlukan, khususnya setelah pengujian prosedur dan setelah terjadinya situasi darurat (lihat 4.5.3)
4.5 Pemeriksaan
4.5.1 Pengukuran dan pemantauan kinerja
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk memantau dan mengukur kinerja K3 secara teratur. Prosedur tersebut harus memberi aturan tentang:
a.       Ukuran qualitative dan quantitatie yang sesuai dengan kebutuhan organisasi
b.      Pemantauan tingkat pencapaian sasaran K3
c.       Pemantauan efektifitas dari kontrol (baik untuk kesehatan maupun keselamatan)
d.      Ukuran kinerja yang bersifat proaktif yang memantau kesesuaian dengan program-program K3, kontrol dan kriteria operasional
e.      Ukuran kinerja yang bersifat reaktif yang memantau kondisi kesehatan yang buruk, insiden (termasuk kecelakaan dan ‘nyaris kecelakaan’, dll.) dan bukti-bukti historis lain tentang kurang baiknya kinerja K3
f.        Pencatatan data dan hasil dari pemantauan dan pengukuran yang cukup untuk dijadikan bahan analisa tindakan koreksi dan pencegahan selanjutnya.
Jika diperlukan peralatan untuk melakukan pemantauan atau pengukuran kinerja, organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengkalibras dan memelihara peralatan tersebut dengan layak. Catatan kalibrasi dan pemeliharaan dan hasilnya harus disimpan.
4.5.2 Evaluasi kesesuaian
4.5.2.1 Konsistem dengan komitmen organisasi untuk sesuai dengan persyaratan legal dan persyaratan lian terkait K3, organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengevaluasi kesesuaian dengan persyaratan legal K3 secara berkala (lihat 4.3.2)
Organisasi harus menyimpan catatan-catatan hasil dari evaluasi berkala tersebut.
Catatan: frekwensi evaluasi dapat berbeda-beda untuk setiap perayratan legal K3.
4.5.2.2 Organisasi harus mengevaluasi kesesuaian dengan persyaratan K3 lain yang berlaku bagi organisai (lihat 4.3.2). Organisasi dapat menggabungkan evaluasi ini dengan evaluasi kesesuaian terhadap persyaratan legal yang disebut dalam klausul 4.5.2.1 atau membuat prosedur yang terpisah.
Organisasi harus menyimpat catatan hasil evaluasi.
Catatan: Frekwensi evaluasi dapat berbeda-beda untuk setiap persyaratan
4.5.3 Investigasi insiden, ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan
4.5.3.1 Investigasi insiden
Organsiasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mencatat, menginvestigasi dan menganalisa insiden untuk:
a.       Menentukan ketidaklayakan K3 yang menjadi penyebab dan faktor lain yang dapat menyebabkan atau memberi kontribusi terjadinya insiden.
b.      Mengidentifikasi kebutuhan tindakan koreksi
c.       Mengidentifikasi peluang untuk tindakan pencegahan
d.      Mengkomunikasikan hasil dari investigasi.
e.      Investigasi harus dilakukan tepat waktu.
Setiap kebutuhan tindakan koreksi atau peluang untuk tindakan pencegahan harus ditangani sesuai dengan klausul 4.5.3.2
4.5.3.2 Ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk menangani ketidaksesuaian aktual dan potensial dan untuk melakukan tindakan koreksi dan tindakan pencegahan. Prosedur harus menetapkan aturan untuk:
a.       Mengidentifikasi dan mengkoreksi ketidaksesuaian dan melakukan tindakan untuk meminimalkan konsekwensi K3.
b.      Menginvestigasi ketidaksesuaian, menentukan penyebab-penyebabnya dan melakukan tindakan untuk menghindari terulangnya kejadian.
c.       Mengevaluasi kebutuhan tindakan untuk mencegah ketidaksesuaian dan menerapkan tindakan yang layak untuk menghindari kejadian.
d.      Mencatat dan mengkomunikasikan hasil tindaka koreksi dan tindakan pencegahan.
e.      Meninjau efektifitas tindakan koreksi dan tindakan pencegahan yang diambil.
Bila dalam tindakan koreksi dan tindakan pencegahan teridentifikasi adanya bahaya baru atau bahaya yang berubah atau dibutuhkan kontrol baru atau perubahan kontrol, prosedur harus mensyaratkan agar penilaian resiko dilakukan sebelum tindakan diterapkan.
Tindakan koreksi dan tindakan pencegahan yang diambil untuk menhilangkan penyebab dari ketidaksesuaian aktuan dan potensial harus layak sesuai dengan tingkat permasalahan dan sepadan dengan resiko K3 yang dihadapi.
Organisasi harus menjamin agar setiap perubahan yang terjadi karena dilakukannya tindakan koreksi dan tindakan pencegahan disertai dengan perubahan dokumentasi sistem manajemen K3 yang diperlukan.
4.5.4 Pengendalian catatan
Organisasi harus menetapkan dan memelihara catatan-catatan yang diperlukan untuk menunjukkan kesesuaian terhadap persyaratan-persyaratan sistem manajemen K3 organisasi dan terhadap standar OHSAS ini, dan untuk menunjukkan hasil-hasil yang dicapai.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi, menyimpan, melindungi, mengakses dan membuang catatan.
Catatan harus dijaga agar tetap dapat terbaca, dapat diidentifikasi dan ditelusuri.
4.5.5 Audit internal
Organisasi harus menjamin agar audit internal terhadap sistem manajemen K3 dilakukan berkala dan terencana untuk:
a.       Menentukan apakan sistem manajemen K3:
a.       Sesuai dengan pengaturan sistem K3 yang telah direncanakan dan dengan persyaratan standar OHSAS ini.
b.      Telah diterapkan dengan tepat dan dipelihara, dan
c.       Efektif memenuhi sasaran dan kebijakan organisasi.
b.      Memberikan informasi hasil audit kepada manajemen.
Program audit harus direncanakan, ditetapkan, diterapkan dan dipelihara oleh organisasi, didasarkan pada hasil penilaian resiko dari aktifitas-aktifitas organisasi dan pada hasil audit sebelumnya.
Prosedur audit harus ditetapkan, diterapkan dan dipelihara, mencakup:
a.       Tanggung jawab, kompetensi dan syarat-syarat dalam perencanaan dan pelaksanaan audit, pelaporan hasil audit dan penyimpanan catatan terkait.
b.      Penentuan kriteria audit, lingkup, frekwensi dan metoda.
Pemilihan auditor dan pelaksanaan audit harus menjamin objektifitas dan  impartiality (tidak berat sebelah) proses audit.
4.6 Tinjauan manajemen
Manajemen puncak harus meninjau sistem manajemen K3 pada interval yang terencana, untuk menjamin kecocokan sistem, kelayakan dan efektifitas. Peninjauan harus mencakup penilaian peluang untuk peningkatan dan kebutuhan perubahan sistem manajemenK3, termasuk kebijakan K3 dansasaran K3. Catatan tinjauan manajemen harus dipelihara.
Masukan tinjauan manajemen harus mencakup:
a.       Hasil audit internal dan hasil dari evaluasi kesesuaian dengan persyaratan legal dan persyaratan lain yang berlaku.
b.      Hasil dari partisipasi dan konsultasi (lihat 4.4.3)
c.       Komunikasi relevan dengan pihak luar yang berkepentingan, termasuk keluhan,
d.      Kinerja K3 organisasi,
e.      Tingkat pencapaian sasaran
f.        Status investigasi insiden, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan,
g.       Tindaklanjut dari tinjauan manajemen sebelumnya,
h.      Hal-hal yang berubah, termasuk perkembangan persyaratan legal dan persyaratan lain terkait K3, dan
i.         Usulan-usulan untuk peningkatan.
Hasil dari tinjauan manajemen harus konsisten dengan komitmen organisasi untuk peningkatan berkelanjutan dan harus mencakup keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan terkait kemungkinan perubahan dalam hal:
a.       Kinerja K3,
b.      Sasaran dan kebijakan K3,
c.       Sumberdaya, dan
d.      Elemen-elemen lain dari sistem manajemen K3.
Hasil yang relevan dari tinjauan manajemen harus tersedia (dapat diakses) untuk proses komunikasi dan konsultasi (lihat 4.4.3)

MENGENAL ISO 14001 SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN

Ketika perusahaan beroperasi, maka proses bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Pada prinsipnya dampak yang timbul dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu dampak bio-kimia-fisik dan dampak sosial. Contoh dari dampak bio-fisik-kimia misalnya pencemaran air, pencemaran udara, kerusakan keanekaragaman hayati, atau pengurangan cadangan air tanah. Semua jenis dampak ini akan memberikan resiko yang mempengaruhi bisnis yang dijalankan oleh perusahaan. Misalnya pencemaran air yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan, akan memberikan resiko pertanggungjawaban dalam bentuk tuntutan pidana dan tuntutan perdata, apakah tuntutan tersebut dari pemerintah, masyarakat, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Ketika perusahaan berupaya untuk menerapkan ISO 14001, maka perusahaan tersebut telah memiliki komitmen untuk memperbaiki secara menerus kinerja lingkungannya. Namun, satu hal perlu dingat bahwa ISO 14001 merupakan standar yang memadukan dan menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan lingkungan hidup. Sehingga, upaya perbaikan kinerja yang dilakukan oleh perusahaan akan disesuaikan dengan sumberdaya perusahaan, apakah itu sumberdaya manusia, teknis, atau finansial.

Adakalanya, perbaikan kinerja lingkungan tidak dapat dicapai dalam waktu singkat karena keterbatasan finansial. Misalnya, sebuah perusahaan yang proses bisnisnya menimbulkan limbah cair yang mencemari lingkungan berupaya untuk menerapkan ISO 14001 di perusahaannya. Setelah kajian dilakukan, ternyata keterbatasan finansial membuat perusahaan tersebut sukar untuk mengelola limbahnya sehingga mencapai baku mutu limbah cair yang disyaratkan oleh pemerintah. Berdasarkan analisis finansial, ternyata perusahaan tersebut baru akan mampu membangun sistem pengolahan limbah yang memadai kira-kira beberapa tahun ke depan. Sehingga sebelum masa tersebut terlampaui, perusahaan tidak akan pernah memenuhi baku mutu lingkungan. Namun, bila perusahaan tersebut mengembangkan sistem manajemen lingkungan yang memenuhi persyaratan ISO, maka perusahaan tersbut bisa saja memperoleh sertifikat ISO 14001. Perusahaan lain, yang kinerja lingkungannya telah memenuhi baku mutu namun EMS-nya tidak memenuhi persyaratan tidak akan memperoleh sertifikat ISO 14001.

Uraian di atas menunjukkan bahwa pada prinsipnya, penerapan ISO 14001 tidak berarti tercapainya kinerja lingkungan dalam waktu dekat. Sertifikat EMS dapat saja diberikan kepada perusahaan yang masih mengotori lingkungan. Namun, dalam EMS terdapat persyaratan bahwa perusahaan memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan secara menerus (continual improvement). Dengan perbaikan secara menerus inilah kinerja lingkungan akan sedikit demi sedikit diperbaiki. Dengan kata lain ISO 14001 bersifat conformance (kesesuaian), bukan performance (kinerja)

ISO 14001 merupakan standar lingkungan yang bersifat sukarela (voluntary). Standar ini dapat dipergunakan oleh oleh organisasi/perusahaan yang ingin:

  • menerapkan, mempertahankan, dan menyempurnakan sistem manajemen lingkungannya
  • membuktikan kepada pihak lain atas kesesuaian sistem manajemen lingkungannya dengan standar
  • memperoleh sertifikat

Beberapa manfaat penerapan ISO adalah:

  • menurunkan potensi dampak terhadap lingkungan
  • meningkatkan kinerja lingkungan
  • memperbaiki tingkat pemenuhan (compliance) peraturan
  • menurunkan resiko pertanggungjawaban lingkungan
  • sebagai alat promosi untuk menaikkan citra perusahaan

Selain manfaat di atas, perusahaan yang berupaya untuk menerapkan ISO 14001 juga perlu mempersiapkan biaya-biaya yang akan timbul, diantaranya:

  • waktu staf atau karyawan
  • penggunaan konsultan
  • pelatihan

Standar internasional untuk sistem manajemen lingkungan telah diterbitkan pada bulan September 1996, yaitu ISO 14001 dan ISO 14004. Standar ini telah diadopsi oleh pemerintah RI ke dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi SNI-19-14001-1997 dan SNI-19-14001-1997.

ISO 14001 adalah Sistem manajemen lingkungan yang berisi tentang spesifikasi persyaratan dan panduan untuk penggunaannya. Sedangkan ISO 14004 adalah Sistem manajemen lingklungan yang berisi Panduan-panduan umum mengenai prinsip, sistem dan teknik-teknik pendukung.

Elemen ISO 14001

ISO 14001 dikembangkan dari konsep Total Quality Management (TQM) yang berprinsip pada aktivitas PDCA (Plan – Do – Check – Action), sehingga elemen-elemen utama EMS akan mengikuti prinsip PDCA ini, yang dikembangkan menjadi enam prinsip dasar EMS, yaitu:

  • Kebijakan (dan komitmen) lingkungan
  • Perencanaan
  • Penerapan dan Operasi
  • Pemeriksaan dan tindakan koreksi
  • Tinjauan manajemen
  • Penyempurnaan menerus

1. Kebijakan Lingkungan

Kebijakan lingkungan harus terdokumentasi dan dikomunikasikan kepada seluruh karyawan dan tersedia bagi masyarakat, dan mencakup komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan, pencegahan pencemaran, dan patuh pada peraturan serta menjadi kerangka kerja bagi penetapan tujuan dan sasaran.

2. Perencanaan

Mencakup indentifkasi aspek lingkungan dari kegiatan organisasi, identifikasi dan akses terhadap persyaratan peraturan, adanya tujuan dan sasaran yang terdokumentasi dan konsisten dengan kebijakan, dan adanya program untuk mencapai tujuan dan sasaran yang direncanakan (termasuk siapa yang bertanggung jawab dan kerangka waktu)

3. Implementasi dan Operasi

Mencakup definisi, dokumentasi, dan komunikasi peran dan tanggung jawab, pelatihan yang memadai, terjaminnya komunikasi internal dan eksternal, dokumentasi tertulis sistem manajemen lingkungan dan prosedur pengendalian dokumen yang baik, prosedur pengendalian operasi yang terdokumentasi, dan prosedur tindakan darurat yang terdokumentasi.

4. Pemeriksaan dan Tindakan Perbaikan

Mencakup prosedur yang secara teratur memantau dan mengukur karakteristik kunci dari kegiatan dan operasi, prosedur untuk menangani situasi ketidaksesuaian, prosedur pemeliharaan catatan spesifik dan prosedur audit kenerja sistem manajemen lingkungan

5. Tinjauan Ulang Manajemen

Mengkaji secara periodik sistem manajemen lingkungan keseluruhan untuk memastikan kesesuaian, kecukupan, efektifitas sistem manajemen lingkungan terhadap perubahan yang terjadi.

Pada prinsipnya, keenam prinsip ISO 14001 – Environmental Management System diatas dapat dibagi menjadi 17 elemen, yaitu:

  • Environmental policy (kebijakan lingkungan): Pengembangan sebuah pernyataan komitmen lingkungan dari suatu organisasi. Kebijakan ini akan dipergunakan sebagai kerangka bagi penyusunan rencana lingkungan.
  • Environmental aspects (aspek lingkungan): Identifikasi aspek lingkungan dari produk, kegiatan, dan jasa suatu perusahaan, untuk kemudian menentukan dampak-dampak penting yang timbul terhadap lingkungan.
  • Legal and other requirements (persyaratan perundang-undangan dan persyaratan lain): Mengidentifikasi dan mengakses berbagai peraturan dan perundangan yang terkait dengan kegiatan perusahaan.
  • Objectives and targets (tujuan dan sasaran): Menetapkan tujuan dan sasaran lingkungan, yang terkait dengan kebijakan yang telah dibuat, dampak lingkungan, stakeholders, dan faktor lainnya.
  • Environmental management program (program manajemen lingkungan): rencana kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran
  • Structure and responsibility (struktur dan tanggung jawab): Menetapkan peran dan tanggung jawab serta menyediakan sumber daya yang diperlukan
  • Training awareness and competence (pelatihan, kepedulian, dan kompetensi): Memberikan pelatihan kepada karyawan agar mampu mengemban tanggung jawab lingkungan.
  • Communication (komunikasi): Menetapkan proses komunikasi internal dan eksternal berkaitan dengan isu lingkungan
  • EMS Documentation (dokumentasi SML): Memelihara informasi EMS dan sistem dokumentasi lain
  • Document Control (pengendalian dokumen): Menjamin kefektifan pengelolaan dokumen prosedur dan dokumen lain.
  • Operational Control (pengendalian operasional): Mengidentifikasi, merencanakan dan mengelola operasi dan kegiatan perusahaan agar sejalan dengan kebijakan, tujuan, dan saasaran.
  • Emergency Preparedness and response (kesiagaan dan tanggap darurat): mengidentifikasi potensi emergency dan mengembangkan prosedur untuk mencegah dan menanggapinya.
  • Monitoring and measurement (pemantauan dan pengukuran): memantau aktivitas kunci dan melacak kinerjanya
  • Nonconformance and corrective and preventive action (ketidaksesuaian dan tindakan koreksi dan pencegahan): Mengidentifikasi dan melakukan tindakan koreksi terhadap permasalahan dan mencegah terulang kejadiannya.
  • Records (rekaman): Memelihara rekaman kinerja SML
  • EMS audits (audit SML): Melakukan verifikasi secara periodik bahwa SML berjalan dengan baik.
  • Management Review (pengkajian manajemen): Mengkaji SML secara periodik untuk melihat kemungkinan-kemungkinan peyempurnaan berkelanjutan.

Prinsip RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Prinsip & Kriteria RSPO  merupakan standar global tata kelola perkebunan yang disusun oleh berbagai pemangku kepentingan (di sepanjang rantai pasok minyak sawit) untuk mendefinisikan Sustainable Palm Oil.
Adapun tujuan RSPO adalah “Mempromosikan produksi dan penggunaan minyak sawit berkelanjutan melalui kerjasama di sepanjang rantai pasok (suppy chain) dan dialog terbuka dengan para pemangku kepentingan”
Ada 8 prinsip dan 39 kriteria dalam penerapan prinsip dan kriteria RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan yaitu :

Prinsip 1: Komitment Terhadap Transparansi
Kriteria 1.1 :
Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit memberikan informasi yang diperlukan kepada pihak lain menyangkut isu-isu lingkungan, sosial dan hukum yang relevan dengan kriteria RSPO, dalam bahasa dan bentuk yang memadai, untuk memungkinkan adanya partisipasi efektif dalam pembuatan kebijakan.
Indikator :
Permintaan informasi dan tanggapan yang diberikan harus tercatat dengan baik.

Kriteria 1.2 :
Dokumen manajemen dapat diakses oleh publik, kecuali bila dicegah oleh aturan kerahasiaan dagang atau ketika keterbukaan informasi akan berdampak negatif pada lingkungan dan sosial.
Indikator :
Kriteria ini menyangkut dokumen manajemen mengenai isu-isu lingkungan, sosial dan hukum yang terkait dengan pemenuhan Kriteria RSPO. Dokumen yang harus dipublikasikan untuk umum termasuk, namun tidak terbatas pada :
1.Status tanah/hak guna (kriteria 2.2).
2.Kesehatan dan rencana keamanan (4.7).
3.Rencana-rencana dan analisa terkait dampak lingkungan dan sosial. (5.1, 6.1, 7.1, 7.3).
4.Rencana pencegahan polusi (5.6).
5.Detil keluhan dan penderitaan (6.3).
6.Prosedur negosiasi (6.4).
7.Rencana perbaikan kontinu (8.1).

Prinsip 2: Memenuhi Hukum dan Peraturan Yang Berlaku
Kriteria 2.1 :
Semua hukum dan peraturan berlaku/diratifikasi baik di tingkat lokal, national maupun internasional dipenuhi.
Indikator :
1.Bukti telah memenuhi persyaratan hukum tertentu.
2.Sistem yang terdokumentasi, yang meliputi informasi tertulis persyaratan-persyaratan hukum.
3.Mekanisme untuk memastikan bahwa upaya memenuhi persyaratan-persyaratan hukum tersebut telah dilaksanakan.
4.Sistem untuk menelusuri perubahan-perubahan pada UU. Sistem yang digunakan untuk memahami dan menerapkan hukum harus sesuai dengan skala organisasi.

Kriteria 2.2
Hak untuk menggunakan tanah dapat dibuktikan dan tidak dituntut secara sah oleh komunitas lokal dengan hak-hak yang dapat dibuktikan.
Indikator :
1.Dokumen-dokumen yang menunjukkan kepemilikan atau kontrak sewa yang sah,
2.sejarah penguasaan tanah dan pemanfaatan tanah sesungguhnya yang sah.
3.Bila terdapat atau sudah terdapat perselisihan, tunjukkan bukti-bukti tambahan tentang akuisisi tanah dan kompensasi yang memadai kepada pemilik dan penghuni
4.sebelumnya; dan bukti-bukti bahwa semua ini telah diterima dengan baik lewat persetujuan tanpa paksaan (free, prior and informed consent/FPIC).
5.Tidak adanya konflik atas tanah yang serius, kecuali persyaratan-persyaratan untuk penyelesaian konflik yang dapat diterima semua pihak (kriteria 6.3 dan 6.4) dilaksanakan dan disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat.

Kriteria 2.3 :
1.Penggunaan tanah untuk kelapa sawit tidak menghilangkan hak legal maupun hak adat para pengguna lain tanpa adanya persetujuan tanpa paksa dari mereka.
2.Indikator :
3.Peta-peta yang menunjukkan wilayah-wilayah di bawah hak-hak adat yang diakui (kriteria 2.3, 7.5 dan 7.6)
4.Salinan kesepakatan negosiasi tentang proses keluarnya persetujuan (kriteria 2.3, 7.5 dan 7.6)

Prinsip 3: Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang
Kriteria 3.1
Terdapat rencana manajemen yang diimplementasikan yang ditujukan untuk mencapai keamanan ekonomi dan keuangan dalam jangka panjang.
Indikator :
1.Dokumen rencana usaha atau pengelolaan (minimum 3 tahun).
2.Ada prosedur untuk mendapatkan informasi dan tehnik baru dan mekanisme untuk menyebarluaskan informasi ini ke seluruh jajaran pekerja. Untuk organisasi dan skema pengelolaan petani besar prosedur ini harus didokumentasikan.

Prinsip 4: Penggunaan praktik terbaik tepat oleh perkebunan dan pabrik
Kriteria 4.1
Prosedur operasi didokumentasikan secara tepat dan diimplementasikan dan dipantau secara konsisten.
Indikator :
1.Mekanisme untuk memeriksa konsistensi implementasi prosedur.
2.Hasil-hasil terukur harus tercatat dengan baik.

Kriteria 4.2 :
Praktik-praktik mempertahankan kesuburan tanah sampai pada suatu tingkat atau, jika memungkinkan, meningkatkan kesuburan tanah sampai pada tingkat, yang dapat memastikan hasil optimum dan berkelanjutan.
Indikator :
1.Monitoring tren kandungan senyawa organik tanah.
2.Monitoring input netto pupuk (farm gate measures of exports vs penggunaan pupuk).

Kriteria 4.3 :
Praktik-praktik meminimalisasi dan mengendalikan erosi dan degradasi tanah.
Indikator :
1.Monitoring persentase permukaan tanah yang dilindungi dari dampak air hujan.
2.Monitoring persentase penanaman di lahan miring yang melebihi batasan tertentu (perlu monitoring yang spesifik tanah (soil-specific)).
3.Adanya program pemeliharaan jalan.

Kriteria 4.4 :
Praktik-praktik mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah.
Indikator :
1.Rencana pengelolaan air yang diterapkan.
2.Monitoring limbah BOD.
3.Monitoring pengunaan air per ton TBS oleh pabrik.

Kriteria 4.5 :
Hama, penyakit, gulma dan spesies baru yang agresif dikelola secara efektif menggunakan teknik Pemberantasan Hama Terpadu (PHT) secara tepat.
Indikator :
1.Monitoring unit level kandungan racun (toxicity unit) (a.i. x LD 50 / ton TBS).
2.Monitoring luasan implementasi PHT / total ha.
3.Adanya program untuk memonitor hama dan penyakit. Karena masalah akurasi pengukuran, monitoring level kandungan racun pestisida tidak dapat diterapkan pada smallholder.

Kriteria 4.6 :
Bahan kimia pertanian digunakan dengan cara-cara tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan. Tidak ada penggunaan bahan prophylactic dan ketika bahan kimia pertanian dikategorikan sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm dan Rotterdam digunakan, maka pihak perkebunan harus secara aktif melakukan upaya identifikasi bahan alternative dan proses ini harus didokumentasikan.
Indikator :
1.Justifikasi seluruh penggunaan bahan-bahan kimia.
2.Catatan penggunaan pestisida (termasuk bahan aktif yang digunakan, daerah tempat pestisida digunakan, jumlah yang digunakan per ha dan jumlah penerapan).
3.Bukti-bukti dokumentasi yang menunjukkan bahwa bahan-bahan kimia yang dikategorikan sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm dan Rotterdam, serta paraquat (sejenis herbisida) dikurangi atau dihilangkan penggunaannya.
4.Penggunaan produk terpilih yang spesifik atas hama dan gulma yang menjadi target, dan yang memiliki efek minimum terhadap spesies yang tidak menjadi target harus digunakan jika ada. Namun, langkah-langkah untuk menghindari perkembangan resistensi (seperti rotasi pestisida) perlu dilakukan.
5.Bahan-bahan kimia hanya boleh digunakan oleh mereka yang memenuhi kualifikasi yang telah mendapatkan pelatihan terkait, dan harus selalu digunakan sesuai dengan spesifikasi produk. Fasilitas penyelamatan yang memadai harus ada dan digunakan. Seluruh tindakan keamanan/darurat yang dianjurkan produk harus diperhatikan dengan cermat, diterapkan dan dipahami para pekerja. Lihat kriteria 4.7 mengenai kesehatan dan keselamatan.
6.Penyimpanan seluruh bahan kimia harus memenuhi persyaratan Panduan Praktek FAO (lihat Annex/Lampiran 1). Seluruh bahan kimia harus dibuang secara baik dan tidak digunakan untuk keperluan lain (lihat kriteria 5.3).
7.Pemakaian pestisida lewat metode yang telah terbukti yang dapat meminimalisir resiko dan dampak. Penyemprotan pestisida lewat udara hanya diijinkan jika ada justifikasi yang terdokumentasi.
8.Bukti tes residu CPO, sebagaimana diminta rantai pasokan.
9.Pembuangan limbah yang baik, sesuai dengan prosedur yang sepenuhnya dipahami para pekerja dan pihak pengelola. Lihat kriteria 5.3 mengenai pembuangan limbah.
10.Pemeriksaan kesehatan operator pestisida tiap tahun.

Kriteria 4.7 :
Rencana kesehatan dan keselamatan kerja dielaborasi, disebarluaskan dan diimplemantasikan secara efektif.
Indikator :
1.Rencana kesehatan dan keselamatan mencakup hal-hal berikut:
2.Kebijakan kesehatan dan keamanan, yang diimplementasikan dan dimonitor.
3.Seluruh operasi terkait kesehatan dan keselamatan harus telah melewati analisa resiko, dan seluruh prosedur dan tindakan didokumentasikan dan diimplementasikan untuk mengatasi isu-isu teridentifikasi. Seluruh tindakan pengamanan yang dianjurkan produk perlu diperhatikan dengan baik dan diterapkan kepada pekerja terkait.
4.Seluruh pekerja yang terlibat dalam operasi telah mendapat pelatihan yang memadai mengenai praktek kerja yang aman (lihat kriteria 4.8). Peralatan perlindungan yang memadai harus tersedia bagi para pekerja di tempat kerja masing-masing untuk melakukan operasi-operasi yang dapat menimbulkan bahaya, seperti penggunaan pestisida, persiapan lahan, pemanenan dan pembakaran jika ada.
5.Orang yang bertanggung jawab harus diidentifikasi. Harus ada catatan tentang pertemuan berkala antara penanggung jawab dan para pekerja yang membicarakan masalah kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan pekerja.
6.Tindakan-tindakan darurat dan tindakan-tindakan penanganan kecelakaan harus ada dan seluruh petunjuknya harus dimengerti dengan baik oleh seluruh pekerja. Prosedur penanganan kecelakaan harus ditulis dalam bahasa yang dimengerti para pekerja. Para pekerja yang telah mendapatkan pelatihan P3K harus berada dalam operasi di lapangan dan di kebun lainnya, dan perlengkapan P3K harus tersedia di lokasi kerja. Catatan tentang kecelakaan yang terjadi harus simpan dengan baik dan secara periodik di tinjau ulang. Para pekerja harus dilindungi dengan asuransi kecelakaan.
7.Pencatatan kecelakaan saat bekerja. Perhitungan yang dianjurkan: tingkat Lost Time Accident (LTA) (baik dengan menyatakan batas maksimum yang dapat diterima, atau kecenderungan penurunan).

Kriteria 4.8 :
Seluruh staf, karyawan, petani dan kontraktor haruslah dilatih secara tepat.
Indikator :
1.Organisasi besar memiliki program pelatihan formal yang meliputi analisa regular terhadap kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan dokumentasi program.
2.Catatan pelatihan bagi setiap karyawan.

Prinsip 5: Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati
Kriteria 5.1
Aspek-aspek manajemen perkebunan dan pabrik yang menimbulkan dampak lingkungan diidentifkasi, dan rencana-rencana untuk mengurangi/mencegah dampak negatif dan mendorong dampak positif dibuat, diimplementasikan dan dimonitor untuk memperlihatkan kemajuan yang kontinu.
Indikator :
1.Dokumen analisa dampak.
2.Perencanaan manajemen dan prosedur operasi yang tepat.
3.Bila identifikasi dampak membutuhkan perubahan pada praktek-praktek yang
4.Sedang dijalankan, untuk mengurangi dampak negatif, perlu dibuat sebuah jadwal perubahan.

Kriteria 5.2 :
Status spesies-spesies langka, terancam, atau hampir punah dan habitat dengan nilai konservasi tinggi, jika ada di dalam perkebunan atau yang dapat terpengaruh oleh manajemen kebun dan pabrik harus diidentifikasi dan konservasinya diperhatikan dalam rencana danoperasi manajamen.
Indikator :
Penyusunan informasi yang meliputi baik daerah tanam sendiri maupun pertimbangan bentang alam yang lebih luas dan relevan (misalnya koridor satwa liar). Informasi dimaksud harus mencakup :
1.Keberadaan daerah yang dilindungi yang mungkin terkena dampak luar biasa dari kegiatan perkebunan atau pabrik.
2.Status konservasi (misalnya status IUCN), perlindungan hukum, status populasi dan persyaratan habitat spesies langka, terancam atau hampir punah, yang mungkin terkena dampak luar biasa dari kegiatan perkebunan atau pabrik.
3.Identifikasi habitat dengan nilai konservasi tinggi, seperti ekosistem yang langka dan terancam, yang mungkin terkena dampak luar biasa dari kegiatan perkebunan atau pabrik.Jika terdapat spesies langka atau terancam, atau habitat dengan nilai konservasi tinggi,
4.Maka langkah-langkah perencanaan manajemen dan operasi yang benar harus mencakup:
5.Memastikan bahwa seluruh persyaratan hukum yang terkait dengan perlindungan spesies atau habitat tersebut di atas dipenuhi.
6.Menghindari kehancuran dan kerusakan atas habitat-habitat terkait.
7.Mengontrol setiap kegiatan perburuan, penangkapan ikan atau pemanenan ilegal atau tidak benar; dan mengembangkan upaya-upaya yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik antara manusia dan satwa liar (misalnya serbuan gajah ke wilayah pemukiman).

Kriteria 5.3 :
Limbah harus dikurangi, didaur ulang, dipakai kembali, dan dibuang dengan cara-cara bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial
Indikator :
1.Pengelolaan limbah dan rencana pembuangan limbah.
2.Pembuangan wadah pestisida yang aman.

Kriteria 5.4 :
Efisiensi penggunaan energi dan penggunaan energi terbarukan dimaksimalkan.
Indikator :
1.Monitoring penggunaan energi terbarukan per ton CPO/TBS.
2.Monitoring penggunaan bahan bakar fosil per ton CPO (atau TBS jika perkebunan tidak memiliki pabrik).

Kriteria 5.5 :
Penggunaan pembakaran untuk pembuangan limbah dan untuk penyiapan lahan untuk penanaman kembali dihindari kecuali dalam kondisi spesifik, sebagaimana tercantum dalam
kebijakan tanpa-bakar ASEAN atau panduan lokal serupa.
Indikator :
Dokumen analisa penggunan pembakaran untuk persiapan lahan penanaman kembali.
Kriteria 5.6 :
Rencana-rencana untuk mengurangi pencemaran dan emisi, termasuk gas rumah kaca, dikembangkan, diimplementasikan dan dimonitor.
Indikator :
1.Analisa seluruh kegiatan yang menimbulkan polusi perlu dilakukan, termasuk emisi gas, emisi dan limbah arang (lihat kriteria 4.4). Polutan dan emisi dalam jumlah yang banyak harus diidentifikasi dan rencana-rencana untuk menguranginya diimplementasikan.
2.Sistem monitoring harus ada untuk masalah polutan yang banyak, yang melampaui batasan yang ditetapkan sistem nasional.
3.Monitoring gas metana hasil pemrosesan limbah dan partikel-partikel hasil pembakaran. Untuk ini mungkin dibutuhkan keterlibatan pihak ketiga.

Prinsip 6: Pertimbangan bertanggung jawab atas karyawan, individu, dan komunitas yang terkena dampak perkebunan dan pabrik
Kriteria 6.1 :
Aspek-aspek pengelolaan perkebunan dan pabrik yang menimbulkan dampak sosial diidentifikasi secara partisipatif dan rencana-rencana untuk mencegah dampak negatif dan untuk mendorong dampak positif
Indikator :
1.Dokumen analisa dampak sosial.
2.Bukti bahwa analisa telah dilakukan bersama pihak yang dirugikan. Partisipasi dalam konteks ini berarti bahwa pihak yang dirugikan dapat mengekspresikan pendapat dibuat, diimplementasikan dan dimonitor untuk memperlihatkan kemajuan yang berkesinambungan. mereka lewat institusi perwakilan mereka selama proses identifikasi dampak, kajian temuan-temuan dan rencana pencegahan, dan monitoring keberhasilan rencana yang diimplementasikan.
3.Jadwal yang disertai tanggung jawab pencegahan dan monitoring, dikaji dan diperbarui sesuai kebutuhan, dalam kasus di mana analisa yang didapat menuntut dilakukannya perubahan pada praktek-praktek yang sedang dijalankan.
4.Perhatian khusus terhadap dampak skema petani plasma (bila perkebunan menggunakan skema ini).

Kriteria 6.2 :
Terdapat metode terbuka dan transparan untuk mengkomunikasikan dan mengkonsultasikan antara perkebunan dan/atau pabrik, komunitas lokal, dan pihak lain yang dirugikan atau berkepentingan.
Indikator :
1.Documen konsultasi dan prosedur komunikasi.
2.Manajer yang dicalonkan untuk mempertanggungjawabkan isu-isu ini.
3.Pemeliharaan daftar stakeholders, catatan seluruh komunikasi dan catatan tanggapantanggapan terhadap masukan stakeholders.

Kriteria 6.3 :
Terdapat system yang disepakati dan didokumentasikan bersama untuk mengurus keluhan-keluhan dan penderitaan-penderitaan, yang diimplementasikan dan diterima oleh semua pihak.
Indikator :
1.Sistem yang digunakan dapat menyelesaikan perselisihan lewat cara yang efektif, tepat waktu dan benar.
2.Dokumentasi proses dan hasil penyelesaian perselisihan.
3.Sistem yang digunakan terbuka bagi seluruh pihak yang dirugikan.

Kriteria 6.4 :
Setiap perundingan menyangkut kompensasi atas kehilangan hak legal atau hak adat dilakukan melalui system terdokumentasi yang memungkinkan komunitas adat dan takeholder lain memberikan pandanganpandangannya melalui institusi perwakilan mereka sendiri.

Indikator :
1.Pembuatan prosedur untuk mengidentifikasi hak-hak legal dan adat dan prosedur untuk mengidentifikasi masyarakat yang berhak menerima kompensasi.
2.Prosedur untuk menghitung dan membagikan kompensasi yang memadai (dalam wujud uang atau bentuk lainnya) dibuat dan diimplementasikan. Hal ini perlu mempertimbangkan perbedaan jender dalam wewenang mengklaim hak, kepemilikan dan akses kepada lahan; perbedaan antara transmigran dan masyarakat pribumi; perbedaan antara bukti kepemilikan yang legal versus komunal dari berbagai etnis.
3.Proses dan hasil setiap kompensasi didokumentasikan dan tersedia untuk umum.

Kriteria 6.5 :
Upah dan persyaratan-persyaratan bagi karyawan dan/atau karyawan dari kontraktor harus selalu memenuhi paling tidak standar minimum industri atau hukum, dan cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan untuk memberikan pendapatan tambahan.
Indikator :
1.Dokumentasi upah dan persyaratan.
2.UU Ketenagakerjaan, kesepakatan Serikat Kerja atau kontrak langsung penerimaan kerja yang berisikan masalah pembayaran dan persyaratan kerja (misalnya jumlah jam kerja, deduksi, lembur, sakit, hari libur, cuti melahirkan, dasar-dasar pemutusan hubungan kerja, periode pemberitahuan, dll.) tersedia dalam bahasa yang dimengerti oleh pekerja atau dijelaskan secara lengkap dan cermat kepada mereka oleh pejabat senior perusahaan.
3.Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit menyediakan fasilitas perumahan, air bersih, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang memadai sesuai atau melebihistandar nasional, bila fasilitas umum serupa tidak tersedia atau tidak dapat diakses oleh petani.

Kriteria 6.6 :
Perusahaan menghormati hak seluruh karyawan untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja sesuai dengan pilihan mereka dan untuk mengeluarkan pendapat secara kolektif. Ketika hak kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara kolektif dilarang oleh hukum, maka perusahaan memfasilitasi media asosiasi independen dan bebas dan hak mengeluarkan pendapat yang setara bagi seluruh karyawan.
Indikator :
1.Pernyataan yang diterbitkan dalam bahasa setempat yang berisi pengakuan atas hak berserikat.
2.Notulensi pertemuan dengan Serikat Kerja utama atau perwakilan pekerja.

Kriteria 6.7 :
Buruh anak-anak tidak diperbolehkan. Anak-anak tidak boleh terpapar oleh kondisi kerja membahayakan. Pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak hanya diperbolehkan pada perkebunan keluarga, di bawah pengawasan orang dewasa dan tidak mengganggu program pendidikan mereka.
Indikator :
Dokumen yang menyatakan bahwa persyaratan usia kerja minimum telah dipenuhi.

Kriteria 6.8 :
Perusahaan tidak boleh terlibat atau mendukung diskriminasi berbasis ras, kasta,
kebangsaan, agama, ketidakmampuan fisik, jender, orientasi seksual, keanggotaan serikat, afiliasi politik atau umur.
Indikator :
1.Kebijakan pembukaan lapangan kerja yang terbuka untuk umum, termasuk identifikasi kelompok-kelompok setempat yang relevan atau yang dirugikan.
2.Bukti bahwa para pekerja dan kelompok pekerja termasuk tenaga kerja pendatang tidak diperlakukan secara diskriminatif.

Kriteria 6.9 :
Kebijakan untuk mencegah pelecehan seksual dan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan untuk melindungi hak reproduksi mereka dikembangkan dan diaplikasikan.
Indikator :
Kebijakan tentang pelecehan seksual dan kekerasan di tempat kerja dan catatan pelaksanaannya.

Kriteria 6.10 :
Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit berurusan secara adil dan transparan dengan petani dan bisnis lokal lainnya.
Indikator :
1.Harga TBS yang berlaku dan harga sebelumnya harus tersedia untuk umum.
2.Mekanisme penetapan harga TBS dan input/jasa harus didokumentasikan (bila hal ini berada dibawah kuasa pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit).
3.Bukti bahwa semua pihak memahami kesepakatan kontrak yang mereka lakukan, dan bahwa ontrak-kontrak tersebut adil, legal dan transparan.
4.Pembayaran yang telah disepakati harus dilakukan tepat waktu.

Kriteria 6.11 :
Perkebunan dan pabrik berkontribusi terhadap pembangunan lokal yang berkelanjutan sejauh memungkinkan.
Indikator :
Kontribusi nyata terhadap pembangunan lokal yang berdasarkan hasil konsultasi dengan masyarakat lokal.

Prinsip 7: Pengembangan perkebunan baru yang bertanggung jawab
Kriteria 7.1 :
Suatu kajian lingkungan dan sosial yang komprehensif dan partisipatif dilakukan sebelum menetapkan suatu wilayah perkebunan atau operasi baru, atau perluasan kawasan sudah ada, dan hasilnya diintegrasikan ke dalam perencanaan, pengelolaan dan operasi.
Indikator :
1.Analisa dampak independen, yang dilakukan lewat metodologi partisipatif termasuk kelompok stakeholder luar.
2.Perencanaan manajemen dan prosedur operasi yang tepat.
3.Bila pengembangan meliputi skema petani plasma, dampak dari skema tersebut dan implikasi pengelolaannya perlu diberikan perhatian khusus.

Kriteria 7.2 :
Survey tanah dan informasi topografi digunakan untuk perencanaan lokasi kerja dalam rangka penetapan kawasan penanaman baru, dan hasilnya diintegrasikan ke dalam rencana dan operasi.
Indikator :
Kegiatan ini perlu dipadukan dengan SEIA sebagaimana disyaratkan kriteria 7.1.

Kriteria 7.3 :
Penanaman baru sejak Nopember 2005 (yang merupakan perkiraan saat pengadopsian kriteria RSPO oleh anggotanya) tidak menggantikan hutan alam atau kawasan yang memiliki satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi.
Indikator :
Kegiatan ini perlu dipadukan dengan SEIA sebagaimana disyaratkan kriteria 7.1.

Kriteria 7.4 :
Penanaman ekstensif di lerengan curam dan/atau tanah tidak subur dan rentan, dihindari.
Indikator :
Kegiatan ini perlu dipadukan dengan SEIA sebagaimana disyaratkan kriteria 7.1.

Kriteria 7.5 :
Tidak ada penanaman baru dilakukan di tanah masyarakat lokal tanpa persetujuan bebas, didahulukan dan diinformasikan (FPIC) dari mereka, yang dilakukan melalui suatu sistem yang terdokumentasi sehingga memungkinkan masyarakat adat dan masyarakat lokal serta para pihak lainnya bisa mengeluarkan pandangan mereka melalui institusi perwakilan mereka sendiri.
Indikator :
Kegiatan ini perlu dipadukan dengan SEIA sebagaimana disyaratkan kriteria 7.1.

Kriteria 7.6 :
Masyarakat lokal diberikan kompensasi untuk akuisisi tanah sudah disetujui dan dibebaskan dari pelepasan haknya dengan syarat harus melalui proses FPIC dan persetujuan yang sudah disepakati.
Indikator :
1.Dokumen identifikasi dan analisa hak-hak legal dan hak-hak adat.
2.Sistem identifikasi kelompok yang berhak menerima kompensasi.
3.Sistem perhitungan dan distribusi kompensasi yang wajar (dalam wujud uang atau bentuk lainnya).
4.Masyarakat yang kehilangan akses dan hak atas tanah perluasan perkebunan diberikan kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari pembangunan perkebunan.
5.Proses dan hasil klaim kompensasi harus didokumentasikan dan disediakan untuk umum.
6.Kegiatan ini perlu dipadukan dengan SEIA sebagaimana disyaratkan kriteria 7.1.

Kriteria 7.7 :
Penggunaan api dalam penyiapan lahan penanaman baru dihindari kecuali dalam situasi tertentu, sebagaimana terdapat dalam panduan tanpa-bakar ASEAN maupun praktik terbaik yang ada di region

Indikator :
1.Dokumen analisa penggunaan api untuk penyiapan lahan penanaman.
2.Kegiatan ini perlu dipadukan dengan SEIA sebagaimana disyaratkan kriteria 7.1.

Prinsip 8: Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada wilayah-wilayah utama aktiftas
Kriteria 8.1:
Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit secara teratur memonitor dan mengkaji ulang aktifitas mereka dan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi yang memungkinkan adanya perbaikan nyata yang kontinu pada operasi-operasi kunci.
Indikator :
Rencana aksi untuk perbaikan terus menerus perlu didasarkan pada pertimbangan dampak sosial dan lingkungan dan kesempatan yang ditimbulkan perkebunan/pabrik kelapa sawit, dan perlu mencakup sejumlah indikator yang dijabarkan dalam prinsip dan kriteria ini. Minimum, hal ini harus meliputi, namun tidak terbatas pada :
1.Pengurangan penggunaan bahan-bahan kimia tertentu (kriteria 4.6).
2.Dampak lingkungan (kriteria 5.1).
3.Pengurangan limbah (kriteria 5.3).
4.Polusi dan emisi (kriteria 5.6).
5.Dampak sosial (kriteria 6.1).

Prinsip Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)

Ada tujuh prinsip ISPO yang wajib dipenuhi agar usaha di bidang perkebunan kelapa sawit mendapatkan sertifikasi ISPO. Jika tidak, maka tidak akan lolos.

Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) adalah sistem usaha di bidang perkebunan kelapa sawit yang layak ekonomi, layak sosial, dan ramah lingkungan didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.

Persyaratan untuk mendapatkan sertifikat ISPO meliputi kepatuhan aspek/segi hukum, ekonomi, lingkungan, dan sosial sebagaimana diatur peraturan perundangan yang berlaku beserta sanksi bagi mereka yang melanggar. Setidaknya ada tujuah Prinsip dan Kriteria ISPO Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Ketujuh prisip itu meliputi Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan, Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit, Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan. Selain itu, usaha perkebunan kelapa sawit mesti memiliki tanggung Jawab Terhadap Pekerja, tanggung Jawab Sosial dan Komunitas, Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat, dan Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan.

Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan

Menyangkut perizinan dan sertifikat, pengelola perkebunan harus memperoleh perizinan serta sertifikat tanah dari pejabat yang berwenang kecuali kebun-kebun konversi hak barat (erfpahct). Perizinan meliputi IUP, IUP-B, IUP-P, SPUP, ITUP, Izin/Persetujuan Prinsip.

 

Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit.

Untuk pedoman teknis budidaya, pembukaan lahan memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, konservasi terhadap sumber dan kualitas air. Perkebunan dalam menghasilkan benih unggul bermutu harus mengacu kepada Peraturan perundangundangan yang berlaku dan baku teknis perbenihan.

 

Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

Pengelola perkebunan yang memiliki pabrik harus melaksanakan kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai ketentuan yang berlaku. Pengelola perkebunan harus melaksanakan kewajibannya terkait AMDAL, UKL dan UPL sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengelola perkebunan harus melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Pengelola perkebunan harus menjaga dan melestarikan keaneka ragaman hayati pada areal yang dikelola sesuai dengan ijin usaha perkebunannya.

 

Tanggung Jawab Terhadap Pekerja

Pengelola perkebunan wajib memiliki sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3), Pengelola perkebunan harus memperhatikan kesejahteraan pekerja dan meningkatkan kemampuannya. Pengelola perkebunan tidak boleh mempekerjakan anak di bawah umur dan melakukan diskriminasi. Pengelola perkebunan harus memfasilitasi terbentuknya serikat pekerja dalam rangka memperjuangkan hak-hak karyawan/buruh. Perusahaan mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi pekerja.

 

Tanggung Jawab Sosial dan Komunitas

Pengelola perkebunan harus memiliki komitmen sosial, kemasyarakatan dan Pengembangan potensi kearifan lokal. Dalam hal ini ada dua indikator, pertama, tersedia komitmen tanggung jawab sosial dan lingkungan kemasyarakatan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat setempat. Kedua, tersedia rekaman realisasi komitmen tanggung jawab sosial dan lingkungan kemasyarakatan.

 

Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat

Pengelola perkebunan memprioritaskan untuk memberi peluang pembelian/pengadaan barang dan jasa kepada masyarakat di sekitar kebun. Tersedia Rekaman transaksi lokal termasuk pembelian lokal, penggunaan kontraktor lokal, dll menjadi indikatornya.

 

Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan

Pengelola perkebunan dan pabrik harus terus menerus meningkatkan kinerja (sosial, ekonomi dan lingkungan) dengan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi yang mendukung peningkatan produksi berkelanjutan. Tersedia rekaman hasil penerapan perbaikan/peningkatan yang dilakukan merupakan indikatornya.

Eksplorasi Peran Mahasiswa

Aside

Sempitnya waktu seorang mahasiswa dalam menjalankan pendidikan di kampus yang disebabkan karena berbagai alasan menjadikan sebagian mahasiswa sangat terpaku terhadap aktivitas perkuliahan saja, hadirnya mahasiswa di negeri ini tidak hanya untuk belajar di kelas, baca buku, buat makalah, presentasi, hadir ke seminar, dan kegiatan di kelas lainnya.

Ada tugas lain yang lebih berat dan lebih menyentuh terhadap makna mahasiswa itu sendiri, yakni sebagai agen perubah serta pengontrol sosial masyarakat. Tugas inilah yang dapat menjadikan diri tiap mahasiswa sebagai harapan bangsa, yaitu menjadi orang yang setia mencarikan solusi berbagai permasalahan yang sedang menyelimuti masyarakat. Hal inilah yang dapat menambah nilai plus bagi dirinya sebagai mahasiswa, jika harapan mereka terwujud dan menjelma menjadi kenyataan dalam kehidupan. Bukan hanya sebagai harapan yang kandas di tengah keruhnya kehidupan negara seperti saat ini.

Sebagai agen perubahan sosial, mahasiswa selalu dituntut untuk menunjukkan peranan dalam kehidupan nyata, agar tak menjadi mahasiswa yang “sederhana” artinya aktivitas yang dilakukan mahasiswa tersebut hanya ke kampus untuk kuliah, selesai kuliah ke warung makan, setelah makan balik ke kos untuk tidur atau main games, kemudian pagi kembali kuliah di kampus begitu seterusnya. Menurut penulis, ada tiga hal yang penting dalam peranan mahasiswa, yakni intelektual, sosial, dan idealis.

Pertama, mahasiswa sering disebut sebagai kaum intelektual yang memiliki pemikiran yang sangat luar biasa dibandingkan kaum-kaum yang belum memiliki kesempatan menginjak dibangku perkuliahan. Hal ini sangat jelas, karena mahasiswa senantiasa bergelut dengan ilmu-ilmu (terutama ilmu aplikatif) bersifat ilmiah, dengan melakukan penelitian, ilmu yang didapatkan di bangku kuliah dikaji secara langsung, kemudian pada akhirnya ilmu atau hasil dari penelitian tersebut diterapkan pada lingkungan sekitar berupa pengabdian masyarakat, seperti yang tercantum pada Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Kedua, segala perilaku dan tindakan yang dilakukan mahasiswa tentu memberikan pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya. Maka selain pada diri sendiri, mahasiswa juga dituntut untuk mampu mempertanggung-jawabkan perbuatannya kepada lingkungan masyarakat sekitar. Contoh dari peranan mahasiswa yang kedua ini yakni kegiatan pengabdian masyarakat, secara tidak langsung mahasiswa telah melakukan interaksi sosial dengan lingkungan sekitar. Khusus mahasiswa pertanian memiliki lingkup yang sangat luas seperti pada kelompok tani, dinas pertanian, LSM, lembaga riset, perhimpunan profesi, dan lain sebagainya, sehingga dengan lingkup yang luas inilah memudahkan mahasiswa bersosial dengan masyarakat.

Terakhir, mahasiswa diharapkan memegang idealisme dan mempertahankannya. Artinya dalam hal ini mahasiswa tidak terpengaruh terhadap kepentingan pihak tertentu, dengan kata lain mahasiswa harus tetap bersikap netral dan solutif. Idealisme muncul seiring dengan kedewasaan mahasiswa itu sendiri ditunjang dengan lingkungan kampus yang menjadikan mahasiswa mempunyai pendirian teguh.

Pada akhirnya, penulis mengibaratkan mahasiswa itu adalah sebuah telur. Embrio dalam sebuah telur tersebut akankah mampu berkembang dan kemudian menetas atau justru malah mandeg, mengalami stagnansi, dan tetap terbungkus rapat dalam cangkang sehingga akhirnya membusuk. Semua ditentukan dari proses kehidupan mahasiswa itu sendiri, dari awal hingga lulus nanti. Jangan hanya terkekang oleh kegiatan akademis, sisihkan waktu untuk berorganisasi dan menetaslah…!!! SALAM SUKSES, LUAR BIASA.

Rengga Arnalis Renjani
Mahasiswa Teknik Pertanian Instiper Yogyakarta

Rahasia Terbesar dalam Kepemimpinan

Anda mungkin memiliki gagasan emas, visi yang super, dan siap mengubah dunia. Tetapi ada satu masalah. Anda seorang pemimpin, namum dukungan dari teman Anda tidak sebanding dengan semangat perubahan Anda. Kepemimpinan tampak begitu mudah bagi orang yang telah menguasainya. Kepemimpinan efektif bukan semata seni, yang merupakan sebuah ilmu.

Selama menjadi pelajar dan mahasiswa, banyak sekali hal positif yang saya dapatkan selama mempimpin kelembagaan di sekolah dan kini di kampus, agar ilmu yang positif ini tidak basi dan saya merasa berdosa jika pengalaman positif ini tidak saya sampaikan pada teman, adik tingkat (junior) dan orang lain. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya akan membagi kunci dasar mengubah seseorang  yang biasa menjadi pemimin yang kharismatik, berpengeruh, dan diidamkan dalam sebuah catatan kecil ini.

Bukan untuk mengajarkan, tapi hanya sekedar berbagi dan sebenarnya pengalaman itu bukan guru terbaik untuk kita. Kita harus merasakan kesengsaraan dulu untuk meraih hal yang cerah, kita harus sakit dulu untuk merasakan sehat. Jadi pengalaman itu bukan guru yang “terbaik” namun hanya sekedar “baik” saja. Guru yang terbaik untuk saya adalah “melihat pengalaman buruk seseorang untuk dijadikan sebagai rambu, agar Anda tidak melakukan hal yang sama (buruk). Kemudian melihat pengalaman positif orang lain, untuk Anda dijadikan strategi lain (alternatif) dalam memimpin, selain strategi pribadi (prinsip) Anda sebagai pemimpin.

Ada beberapa faktor yang menentukan dinamika kepemimpinan efektif. Faktor-faktor itu dapat dihimpun menjadi dua kategori utama: Kepribadian Pemimpin dan Mekanisme Kepemimpinan.

A. Kepribadian Pemimpin

1. Identifikasi

Kepemimpinan efektif berarti berpikir menurut sudut pandang orang lain. Anda bisa memotivasi membaca hasrat, kebutuhan, dan keinginan mereka. Tetapi sebelum Anda memotivasi rekan kerja Anda, perlu di ingat “orang tidak peduli dengan  apa yang Anda ketahui, sebelum mereka mengetahui apa yang Anda pedulikan”. Mereka bisa merasakan apakah perkataan Anda sesuai dengan perbuatan Anda atau tidak, dan Anda tidak akan bisa memimpin kecuali Anda benar-benar dipercaya.

Sebuah buku klasik Tao-te Ching karya Lao-tzu, ada sebuah pembahasan cemerlang mengenai kepemimpinan: “Pemimpin yang besar meraih kepercayaan dan dukungan rakyat, melalui kelekatan (akrab) identifikasi dirinya dengan mereka. Apa yang menjadi kepentingan rakyat, juga menjadi kepentingannya” (Wing, 1986). Untuk mendapatkan identifikasi, Anda tidak boleh menjauhkan diri Anda dari khalayak, tetapi jadilah salah satu bagian dari mereka.

2. Kerendahan Hati

Kehadiran Anda untuk rakyat tidaklah cukup, Anda juga harus menjadi bagian dari mereka. Tidak berlawanan dengan apa yang sering diyakini orang, ego tidak membuat seseorang menjadi pemimpin besar. Untuk membuktikan bahwa kerendahan hati dapat melahirkan para pengikut, lihatlah para pemimpin seperti Mahatma Gandhi atau Martin Luther King, Jr. Juga dalam buku klasik Tao-te Ching mengatakan, “ketika ucapan dan tindakan seorang pemimpin menunjukkan dengan jelas bahwa dia tidak merasa lebih tinggi dari orang-orang yang dipimpinnya, rakyat akan melihat dari mereka ada padanya dan tidak akan pernah bosan kepadanya” (Wing, 1986). Konon, pemimpin terbaik adalah pemimipin yang diserahi kepercayaan untuk memimpin, bukan pemimpin yang memerintah berkat kerja kerasnya dalam meraih kekuasaan. Saran Saya, jangan menempatkan diri Anda sebagai orang terbaik, tapi tempatkanlah diri Anda sebagai orang yang lebih bersedia memimpin daripada yang lain dan sebagai orang yang siap melakukan segala hal yang pasti.

3. Gaya

Alat paling efektif dalam memengaruhi dan memimpin bisa diringkas ke dalam satu kata “kesederhanaan”. Tak seorang pun suka atau cenderung mengikuti aturan yang rumit atau semeraut. Kembali mengutip dalam Tao-te Ching “Pemimpin yang menerapkan atauran rumit kepada rakyatnya akan mendorong timbulnya reaksi sosial yang melemahkan struktur pemerintahannya, karena aturan yang kaku atau rumit menimbulkan kerancuan di kalangan rakyat dan memicu berbagai tanggapan menyimpang dari mereka. Sebaliknya, jika seorang pemimpin menjalankan pemerintahannya dengan sederhana dan gamblang, penyimpangan atau permasalahan di kalangan rakyat dapat diredam” (Wing, 1986).

Perjelas dan rapikanlah atau rancang secara matang rencana Anda ketika Anda berusaha meyakinkan orang agar mengikuti cara berfikir Anda. Jika gagasan Anda kacau, banyak keganjilan, dan multifokus, Anda pasti tidak mampu memikat dan karenanya, tidak menarik dukungan mereka. Gagasan Anda harus jelas, sederhana, di dalam kondisi yang tepat, dan tidak bersikap kaku. Jika Anda tampak keras kepala, Anda dianggap tidak rasional. Bersikap luweslah, tetapi terhadap sesuatu hal yang masuk akal.

4. Pengaruh Pribadi

Sekarang Anda telah mengetahui strategi efektif dalam kepemimpinan, tetapi seperti lazimnya para pemimpin handal, Anda terkadang harus mampu memengaruhi para anggota untuk mendapatkan kerja sama mereka. Jadi mari kita melanjutkan pada pembahasan tentang cara menampilkan diri sebagai pribadi dan sebagai pemimpin.

Ada beberapa rambu penting yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin yang bertanggung jawab dan terpercaya.

Pertama, jangan pernah mencampur-adukan antara ambisi pribadi dengan otoritas. Jangan terlalu emosional. Emosi mengandung amibisi pribadi, yang sekalipun tidak buruk, tidak membuat Anda tampak percaya diri atau otoriatif. Pemimpin yang terlalu ambisius dapat saja memperoleh kepercayaan tetapi tidak akan mendapatkan pengikut.

Kedua, jangan pernah memekik atau mengencangkan suara Anda kepada siapapun. Jika Anda tidak bisa mengendalikan diri Anda sendiri, bagaimana Anda bisa mengendalikan orang lain. Jika Anda tidak bisa tidak bisa mengendalikan orang lain, mereka tidak memiliki alasan untuk mendengarkan Anda.

Ketiga, menghormati orang lain. Para pemimpin besar tidak berusaha membujuk orang supaya memercayai mereka, melainkan menunjukkan kepada mereka cara untuk mempercayai diri mereka sendiri.

Terakhir, berbagai penelitian menunjukkan bahwa ketika dua orang atau dua tim bekerja sama untuk satu tujuan, ketegangan di antara keduanya akan berkurang. Ketika muncul perselisihan atau keretakan hubungan, mereka akan mengalihkan perhatian mereka pada lawan bersama mereka. Oleh sebab itu organisasi bertujuan untuk menyatukan orang-orang yang menginginkan satu tujan yang sama. Oleh sebab itu, bekerjalah secara terorganisir, kompak dan pastikan satu suara (komando).

B.      Mekanisme Kepemimpinan

Setelah Anda memperoleh simpati dan dukungan orang banyak, Anda masih harus mendapatkan komitmen bulat dengan menerapkan beberapa teknik psikologis. Unsur yang paling penting dalam kepemimpinan adalah mengetahui cara dan waktu yang tepat meminta masukan. Keberhasilan dan kegagalan para pemimpin sering kali ditentukan oleh cara mereka dalam melakukan hal ini.

Lantas timbullah sebuah pertanyaan, tingkat patisiapsi seperti apakah yang ideal dalam kepemimpinan? Haruskah mengelolanya dengan sistem demokrasi ataukah dengan sistem monarki? Menurut beberpa penelitian, jika seorang pemimpin tidak memerlukan dukungan para pengikutanya dan bisa membuat keputusan dengan keahliannya sendiri, dia tidak harus meminta bantuan. Namun, jika dia benar-benar membutuhkan dukungan rakyat, maka dia harus memintanya. Gaya kepemimpingan seseorang harus luwes sehingga dia dapat menggurangi berbagai perbedaan situasi ini.

Dari beberapa hal diatas, dapat disimpulkan dalam beberapa strategi berikut:

  • Para pemimpin meraih kepercayaan dan dukungan rakyat melalui identifikasi mereka dengan rakyatnya. Jangan menjauhkan diri dari khalayak, tetapi jadilah salah seorang di antara khalayak ramai.
  • Rendah hati merupakan salah satu karakter paling berpengaruh dalam kepemimpinan efektif. Ego yang kuat akan menciptakan dinding penghalang antara pemimpin dan pengikutnya.
  • Visi Anda harus jelas, sederhana, dan terorganisasi. Tidak seorang pun suka atau cenderung mengikuti aturan yang rumit dan semrawut.
  • Jangan mencampur-adukkan antara ambisi pribadi dan otoriras. Pemimpin yang terlalu  ambisius bisa saja mendapatkan kepercayaan tetapi tidak akan mendapatkan pengikut.
  • Pahamilah mekanisme kepemimpinan dan waktu terbaik untuk meminta masukan atau memberikan perintah.

Semoga hal ini bermanfaat bagi Anda, trimakasih…

Masalah Membelit Pertanian Indonesia

Pembangunan pertanian di Indonesia dengan prinsip kemandirian dan berkelanjutan senantiasa harus diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat bagi keberlanjutan eksistensi bangsa dalam mengatasi ancaman kelangkaan pangan dunia yang dampaknya semakin terlihat nyata. Berkaca dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Vladivostok, Rusia, 8-9 September lalu, yang mengangkat tema ancaman krisis pangan global, perhatian terhadap masalah krisis pangan harus lebih ditingkatkan.

Tema krisis pangan kembali mengemuka setelah jumlah penduduk dunia diperkirakan akan melonjak menjadi 9 miliar pada tahun 2050, naik sebelumnya 7 miliar pada tahun 2011. Perhatian terhadap masalah tersebut semakin bertambah menguat akibat ancaman krisis pangan kini semakin membesar, terutama setelah Organisasi Pangan dan Pertanian pada Agustus lalu mengeluarkan laporan kenaikan harga-harga pangan dan Departemen Pertanian Amerika Serikat kembali merevisi angka estimasi penurunan produksi pangan, terutama biji-bijian. Bahkan, FAO secara serius mengingatkan Indonesia tentang ancaman krisis pangan ini.

Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyebutkan bahwa kenaikan harga pangan biji-bijian dunia telah mencapai 17 persen (38 poin dalam indeks harga) dibandingkan dengan harga bulan Juni 2012. Departemen Pertanian AS (USDA) juga telah merevisi estimasi produksi jagung, yang diperkirakan menurun 17 persen pada Agustus 2012 karena kekeringan yang sangat dahsyat. Harga jagung di tingkat internasional juga telah meningkat sampai 23 persen. Bahkan, kenaikan harga jagung tercatat 46 persen jika dibandingkan dengan harga pada Mei 2012. Kenaikan harga jagung masih akan terus berlangsung karena sekitar 42 persen jagung dunia dihasilkan oleh AS, terutama di daerah Midwest, yang kini bermasalah karena kekeringan hebat.

Kekeringan hebat yang melanda Rusia, sebagai salah satu produsen gandum dunia, sehingga telah menaikkan harga gandum sampai 19 persen. Stok gandum dunia diperkirakan menurun menjadi 179 juta ton sehingga volume yang diperdagangkan pun akan menurun, yang akan mengerek harga gandum lebih tinggi lagi. Dengan ketergantungan 100 persen pada gandum impor, dan total impor gandum Indonesia yang mencapai 6,6 juta ton (naik 6,2 persen), kenaikan harga tepung terigu di dalam negeri akan memiliki dampak berantai yang pasti berpengaruh terhadap kinerja sektor riil di Indonesia.

Tingkat produksi Rusia pada tahun 2012 diperkirakan angkanya akan mencapai 70-75 juta ton gandum dibandingkan pada tahun sebelumnya sebesar 94 juta ton. Kondisi ini ternyata mengindikasikan bahwa krisis pangan kini telah menjadi ancaman serius bagi sebagian besar penduduk dunia.

Indonesia sebenarnya memiliki pengalaman yang baik dalam merumuskan respons kebijakan dalam meredam dampak krisis pangan global 2008-2009. Kebetulan juga musim hujan cukup bersahabat sehingga produksi beras, sebagai pangan pokok, juga meningkat bahkan di atas 6 persen. Perum Bulog juga mampu melakukan manajemen logistik beras dan penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin). Kini, musim hujan di Indonesia diperkirakan masih akan terlambat sehingga kinerja produksi pangan tak sebaik tahun 2008-2009.

Secara hakikat, sejarah tak akan pernah dapat diulang secara sama persis sehingga respons kebijakan yang harus segera diambil pemerintah juga perlu lebih inovatif. Benar bahwa Kementerian Pertanian telah melakukan rapat koordinasi dengan seluruh kepala dinas pertanian. Begitu pula konsep dan strategi telah disusun dengan sejumlah perencanaan akan menambah jumlah anggaran produksi pangan, membuka akses pada daerah-daerah yang terisolasi, serta meningkatkan pendapatan para petani. Namun langkah nyata dan pelaksanaan kebijakan di tingkat lapangan sangat ditunggu segera karena ancaman krisis pangan tidak akan dapat diselesaikan hanya di ruang rapat.

5 (lima) Masalah Pembangunan Pertanian

Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi, 

Masalah Pertama yaitu penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan pertanian. Dari segi kualitas, faktanya lahan dan pertanian kita sudah mengalami degradasi yang luar biasa, dari sisi kesuburannya akibat dari pemakaian pupuk an-organik. Berdasarkan Data Katalog BPS, Juli 2012, Angka Tetap (ATAP) tahun 2011, untuk produksi komoditi padi mengalami penurunan produksi Gabah Kering Giling (GKG) hanya mencapai  65,76 juta ton dan lebih rendah 1,07 persen dibandingkan tahun 2010. Jagung sekitar 17,64 juta ton pipilan kering atau 5,99 persen lebih rendah tahun 2010, dan kedelai sebesar 851,29 ribu ton biji kering atau 4,08 persen lebih rendah dibandingkan 2010, sedangkan kebutuhan pangan selalu meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk Indonesia.

Berbagai hasil riset mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif di Indonesia, terutama di Pulau Jawa telah menurun produktivitasnya, dan mengalami degradasi lahan terutama akibat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah yaitu kecil dari 2 persen. Padahal, untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan kandungan C-organik lebih dari 2,5 persen atau kandungan bahan organik tanah > 4,3 persen. Berdasarkan kandungan C-organik tanah/lahan pertanian tersebut menunjukkan lahan sawah intensif di Jawa dan di luar Jawa tidak sehat lagi tanpa diimbangi pupuk organik dan pupuk hayati, bahkan pada lahan kering yang ditanami palawija dan sayur-sayuran di daerah dataran tinggi di berbagai daerah. Sementara itu, dari sisi kuantitasnya konfeksi lahan di daerah Jawa memiliki kultur dimana orang tua akan memberikan pembagian lahan kepada anaknya turun temurun, sehingga terus terjadi penciutan luas lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan bangunan dan industri.

Masalah kedua yang dialami saat ini adalah terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian yang juga penting namun minim ialah pembangunan dan pengembangan waduk. Pasalnya, dari total areal sawah di Indonesia sebesar 7.230.183 ha, sumber airnya 11 persen (797.971 ha) berasal dari waduk, sementara 89 persen (6.432.212 ha) berasal dari non-waduk. Karena itu, revitalisasi waduk sesungguhnya harus menjadi prioritas karena tidak hanya untuk mengatasi kekeringan, tetapi juga untuk menambah layanan irigasi nasional. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, 42 waduk saat ini dalam kondisi waspada akibat berkurangnya pasokan air selama kemarau. Sepuluh waduk telah kering, sementara 19 waduk masih berstatus normal. Selain itu masih rendahnya kesadaran dari para pemangku kepentingan di daerah-daerah untuk mempertahankan lahan pertanian produksi, menjadi salah satu penyebab infrastruktur pertanian menjadi buruk.

Masalah ketiga adalah adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi. Ciri utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu dan kontinuitas pasokan yang terus menerus harus selalu meningkat dan terpelihara. Produk-produk pertanian kita baik komoditi tanaman pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan peternakan harus menghadapi pasar dunia yang telah dikemas dengan kualitas tinggi dan memiliki standar tertentu. Tentu saja produk dengan mutu tinggi tersebut dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan muatan teknologi standar. Indonesia menghadapi persaingan yang keras dan tajam tidak hanya di dunia tetapi bahkan di kawasan ASEAN. Namun tidak semua teknologi dapat diadopsi dan diterapkan begitu saja karena pertanian di negara sumber teknologi mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara kita, bahkan kondisi lahan pertanian di tiap daerah juga berbeda-beda. Teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi, dikembangkan, dan selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Dalam hal ini peran kelembagaan sangatlah penting, baik dalam inovasi alat dan mesin pertanian yang memenuhi kebutuhan petani maupun dalam pemberdayaan masyarakat. Lembaga-lembaga ini juga dibutuhkan untuk menilai respon sosial, ekonomi masyarakat terhadap inovasi teknologi, dan melakukan penyesuaian dalam pengambilan kebijakan mekanisasi pertanian Hal lainnya sebagai,

Masalah keempat, muncul dari terbatasnya akses layanan usaha terutama di permodalan. Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya rendah (low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung kepada para petani sebagai pembiayaan usaha tani cakupannya diperluas. Sebenarnya, pemerintah telah menyediakan anggaran sampai 20 Triliun untuk bisa diserap melalui tim Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Bank BRI khusus Kredit Bidang Pangan dan Energi. Terakhir

Masalah kelima adalah masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian, sehingga menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih baik, karena pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan.

Pada dasarnya komoditas pertanian itu memiliki beberapa sifat khusus, baik untuk hasil pertanian itu sendiri, untuk sifat dari konsumen dan juga untuk sifat dari kegiatan usaha tani tersebut, sehingga dalam melakukan kegiatan usaha tani diharapkan dapat dilakukan dengan seefektif dan seefisien mungkin, dengan memanfaatkan lembaga pemasaran baik untuk pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan dan pengolahannya. Terlepas dari masalah-masalah tersebut, tentu saja sektor pertanian masih saja menjadi tumpuan harapan, tidak hanya dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional tetapi juga dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan masyarakat dan penyumbang devisa bagi negara.

Pertanian Indonesia

Pertanian sebagai lahan pendapatan yang tidak menjanjikan menyebabkan perubahan komposisi umur dan jumlah petani. Saat ini, pertanian didominasi oleh kelompok umur lanjut (>45 tahun), sedangkan untuk kelompok umur sedang dan muda menurun nyata. Secara mencolok, penurunan terjadi pada kelompok umur 24-45 tahun mencapai 1,3 juta orang antara 2003-2004 tahun. Seiring berjalannya waktu, kelompok petani usia dewasa harusnya digantikan oleh kelompok usia muda. Tetapi, faktanya menunjukkan penurunan terjadi di kelompok usia muda, lalu siapa yang akan meneruskan pertanian?

Situasi ekonomi semakin memburuk dan memojokkan mereka sehingga terdorong melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pertanian berkelanjutan.Salah satu gambarannya adalah dengan memaksa produktivitas tinggi dengan pupuk kimia dan pestisida yang kemudian menyebabkan terjadinya degradasi kualitas lahan, kemudian semakin terdorong untuk menjual lahannya. Perbandingan nilai tukar lahan antara sebagai pertanian dan sektor lain sungguh tidak seimbang, sehingga tidak ada penahan untuk setia pada pertanian. Dewasa ini, 1Ha luas lahan sawah padi dapat menghasilkan Rp 500.000,- per tahun, hal ini sangat tidak seimbang ketika lahan tersebut dialih fungsikan menjadi sebuah kost-kostan, kontrakan rumah, toko, dan bangunan menghasilkan lainnya, yang mampu menjanjikan keuntungan pada si pemilik minimal dengan luasan 1m persegi mendapatkan Rp 200.000,- pertahun tinggal dikumulasikan jika memiliki lahan satu Hektar.

Situasi semacam ini secara akumulatif akan mengkronis mempercepat pelebaran selisih kebutuhan dan ketersediaan pangan, dan impor sebagai bentuk penanganannya menjadi pengunci struktur kemiskinan petani dan penghilangan kemampuan berdaulat. Bahkan dapat mengakibatkan negeri yang dibilang orang negara agraris ini, menjadi negara yang selalu kelaparan, karena perut rakyatnya selalu lapar. SEMOGA INI TIDAK TERJADI